<data:blog.pageTitle/>

06 Februari 2013

sonny t danaparamita

Baca Selengkapnya...

26 Januari 2012

Deklarasi Forum Alumni Kelompok Cipayung


(foto diambil dari detikfoto)


DEKLARASI
FORUM ALUMNI KELOMPOK CIPAYUNG

Bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 oleh Bung Karno dan Bung Hatta adalah deklarasi pembebasan rakyat dan bangsa Indonesia dari hegemoni kolonialisme bangsa asing. Di dalam Indonesia Merdeka itulah kemudian dirumuskan cita-cita dan tujuan pembentukan negara Indonesia merdeka sebagaimana termaktub dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, yaitu; (1) Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) Memajukan kesejahteraan umum, (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa dan (4) Ikut serta menciptakan perdamaian dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Bahwa dalam perjalanan mencapai cita-cita Kemerdekaan tersebut, negara dan bangsa Indonesia mengalami berbagai tantangan dan hambatan yang membutuhkan ketegasan sikap dan komitmen dari seluruh komponen bangsa untuk terus memperjuangkan cita-cita kemerdekaan. Dalam rangka upaya tersebut, maka untuk menyatukan tekad dan kebersamaan memperjuangkan terwujudnya “Indonesia yang kita cita-citakan,” pada 22 Januari 1972 di Cipayung-Jawa Barat, disepakati berdirinya Kelompok Cipayung yang dalam perkembangannya bergabung 5 organisasi mahasiwa yaitu HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), dan PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia).
Bahwa kami menyadari sepenuhnya, dalam upaya mencapai cita-cita kemerdekaan tersebut, bangsa Indonesia mengalami berbagai macam  tantangan dan hambatan yang tidak mudah. Meskipun secara fisik kita telah terbebas dari hegemoni kolonialisme, namun dalam prakteknya kita masih dijajah bangsa-bangsa asing melalui berbagai praktek ekonomi neo-liberalisme yang esensinya sama dengan jaman kolonialisme dulu, yaitu menghisap sebesar-besarnya kekayaan alam Indonesia untuk kepentingan bangsa mereka sendiri.  
Bahwa praktek-praktek liberalisasi politik dan ekonomi yang hidup subur dalam bumi Indonesia telah berakibat pada terganggunya konsolidasi ke-Indonesia-an yang pondasinya telah dibangun dengan kokoh oleh para Pendiri Bangsa. Kedaulatan di bidang politik, Keberdikarian di bidang ekonomi, dan Berkepribadian di bidang budaya yang seharusnya menjadi tolok ukur dalam membangun Indonesia seutuhnya telah mulai ditinggalkan oleh para pelaku sejarah bangsa. Pembangunan karakter nasional bangsa Indonesia yang dikalahkan oleh pembangunan fisik semata sebagai akibat bujuk rayu dan tipu daya kaum Liberalisme dan Kapitalisme adalah salah satu contoh yang paling nyata. Proses pembangunan seperti ini adalah hal yang berbahaya, mengingat pembangunan ekonomi dan politik yang dilakukan tanpa dibarengi dengan pembangunan mental ideologi dan karakter bangsa akan melahirkan bangsa yang pragmatis dan jauh dari semangat nasionalisme dan patriotisme.
Bahwa realitas empirik bangsa Indonesia yang seperti itu, jika dibiarkan terus berlangsung akan mengkoyak-koyak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara dan semakin jauh dari prinsip Empat Pilar Kehidupan Berbangsa, yakni nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa, UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara, NKRI sebagai bentuk negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai sistem sosial bangsa Indonesia.
Bahwa menyadari tantangan perkembangan peradaban bangsa yang semakin kompleks hari ini, kami pengurus organisasi tingkat nasional  Alumni Kelompok Cipayung yang terdiri dari, PKMN KAHMI, BPN FORKOMA PMKRI, PP PA GMNI, PNP Senior GMKI dan PB IKA PMII telah bertekad untuk merajut dan memperkokoh kembali ikatan persaudaraan kebangsaan untuk membangun semangat ke-Indonesiaan. Tekad dan kebersamaan para pimpinan organisasi Alumni Kelompok Cipayung tersebut akan kami lakukan  melalui berbagai macam kerja sama yang konkret demi mencapai “Indonesia Yang Dicita-Citakan” sebagaimana semangat dan cita-cita yang pernah kami perjuangkan pada saat kami menjadi mahasiswa dulu.
Bahwa dalam rangka mencapai tujuan itulah, bertepatan dengan peringatan 40 tahun lahirnya Kelompok Cipayung tanggal 22 Januarui 2012,  dengan ini kami mendeklarasikan lahirnya FORUM  ALUMNI KELOMPOK CIPAYUNG.
Semoga Tuhan YME meridhoi cita-cita dan perjuangan kita semua, Amin. 
Jakarta,  25 Januari 2012
FORUM ALUMNI KELOMPOK CIPAYUNG

Pimpinan Kolektif Majelis Nasional
Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam
( PKMN KAHMI)


Dr. Harry Azhar Azis, MA                  Nurmansyah E. Tanjung, SE
Ketua Harian                                         Sekretaris Jenderal


Badan Pekerja Nasional Forum Komunikasi Alumni
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia
(BPN FORKOMA PMKRI)


Hermawi Taslim, SH                                Emanuel Migo
                 Ketua Umum                                     P.j Sekretaris Jenderal


Pengurus Pusat Persatuan Alumni
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
(PP PA GMNI)



Dr. H. Soekarwo, SH, M.Hum                       Drs. Achmad Basarah, MH
     Ketua Umum                                                Sekretaris Jenderal

Pengurus Nasional Perkumpulan Senior
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia
(PNP Senior GMKI)



Ir. Edward Tanari, MSi                                F. Nefos Daeli, ST, M.Kes.
   Pj. Ketua Umum                                                  Sekretaris Jenderal




Pengurus Pusat Ikatan Alumni
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PP IKA-PMII)



Dr. H. Arief Mudatsir Mandan, M.Si    Dr. H. A. Effendy Choirie, M.H
    Ketua Umum                                     Sekretaris Jenderal

Baca Selengkapnya...

13 Februari 2010

HIDUP adalah PERJUANGAN: Menangani Konflik dengan UUPB, sebuah regulasi yang dipaksakan

HIDUP adalah PERJUANGAN: Menangani Konflik dengan UUPB, sebuah regulasi yang dipaksakan





Baca Selengkapnya...

21 Juni 2009

MENYOAL PENGALOKASIAN KURSI DPR


Menyoal Pengalokasian Kursi DPR RI

(Sebuah usulan buat para Komisioner Pemilu)

Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, Mahkamah Konstitusi pada hari Kamis tanggal 11 Juni 2009 yang lalu telah memutus perkara nomor 74-80-94-59-67/ PHPU.C-VII/2009 tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum. Perkara yang dimohonkan oleh Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Golongan Karya, Partai Gerakan Indonesia Raya, dan Partai Kebangkitan Bangsa tersebut oleh Mahkamah Konstitusi telah dikabulkan sebagian permohonannya. Sebagian permohonan yang dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi itu khususnya adalah mengenai pembatalan Keputusan KPU Nomor 259/Kpts/KPU/Tahun 2009 tentang Penetapan Perolehan Kursi Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam Pemilu Tahun 2009 dan Keputusan KPU Nomor 286/Kpts/KPU/Tahun 2009 tentang Penetapan Calon Terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2009.

Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya menyatakan bahwa Komisi Pemilihan Umum telah salah menerapkan Pasal 205 ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dan oleh karena itu, maka dalam amar putusannya Mahkamah Konstitusi juga menyatakan bahwa Keputusan KPU Nomor 259/Kpts/KPU/Tahun 2009 tentang Penetapan Perolehan Kursi Partai Politik Peserta Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPD Tahun 2009 adalah keliru dan tidak tepat menurut hukum. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi akhirnya juga mewajibkan kepada Komisi Pemiliha Umum untuk memperbaiki Keputusan Nomor 259/Kpts/KPU/Tahun 2009 dan Keputusan KPU Nomor 286/Kpts/KPU/Tahun 2009 tentang Penetapan Calon Terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Pemilihan Umum Tahun 2009.

Selanjutnya Mahkamah Konstitusi memerintahkan kepada KPU agar menerapkan tahap penghitungan suara sebagai sebagai berikut :

1) Tahap III dilakukan apabila setelah perhitungan tahap II masih terdapat sisa kursi yang belum teralokasikan di daerah pemilihan provinsi yang bersangkutan;

2) Apabila Provinsi hanya terdiri atas satu daerah pemilihan, sisa kursi langsung dialokasikan kepada partai politik sesuai dengan urutan perolehan sisa suara terbanyak;

3) Seluruh sisa suara sah partai politik yaitu suara yang belum diperhitungkan dalam tahap I dan tahap II dari seluruh daerah pemilihan provinsi dijumlahkan untuk dibagi dengan jumlah sisa kursi dari seluruh daerah pemilihan provinsi yang belum teralokasikan untuk mendapatkan angka BPP yang baru;

4) Partai Politik yang mempunyai sisa suara dari seluruh daerah pemilihan provinsi yang belum diperhitungkan dalam tahap I dan II yang jumlahnya lebih besar atau sama dengan BPP yang baru mempunyai hak untuk mendapatkan sisa kursi yang belum terbagi;

5) Kursi hasil perhitungan tahap III harus dialokasikan kepada daerah pemilihan yang masih mempunyai sisa kursi;

6) Calon anggota DPR yang berhak atas kursi adalah calon yang mendapatkan suara terbanyak dalam daerah pemilihan yang masih mempunyai sisa kursi, yang dicalonkan oleh partai politik yang berhak atas sisa kursi;

7) Apabila sisa kursi yang belum terbagi dalam propinsi hanya satu kursi maka partai politik yang mempunyai sisa suara terbanyak dalam provinsi tersebut berhak untuk mendapatkan sisa kursi tersebut;

8) Apabila setelah penetapan BPP baru tahap III ternyata tidak terdapat partai politik yang mempunyai sisa suara lebih atau sama dengan BPP baru maka sisa kursi dibagikan menurut urutan sisa suara yang terbanyak dalam provinsi.

Kini muncul pertanyaan: Apakah dengan diputuskannya perkara tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum tersebut masalah-masalah mengenai penetapan dan pengalokasian kursi untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat sudah tidak ada lagi?

Agar menjadi lebih kongkrit dalam mencoba menjawab pertanyaan tersebut, kita akan simulasikan penghitungan suara mulai Tahap Pertama hingga Tahap Ketiga pada 11 (sebelas) Daerah Pemilihan yang ada di Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan cara sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang Nomor: 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum berikut cara penerapannya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi, serta Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009 sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2009.

Cara Penghitungan

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dikenal tiga tahap penghitungan, yakni Penghitungan Tahap Pertama, Penghitungan Tahap Kedua, dan Penghitungan Tahap Ketiga.

Penghitungan Tahap Pertama dilakukan dengan cara membagi jumlah suara sah yang diperoleh suatu partai politik peserta pemilu di suatu daerah pemilihan dengan Bilangan Pembagi Pemilu (BPP) DPR. Suara sah yang dimaksud adalah suara sah dari partai politik peserta pemilu yang memenuhi 2,5 % suara sah secara nasional. BPP dalam penghitungan tahap pertama didapatkan dari jumlah suara sah partai politik yang memenuhi 2, 5 % suara sah secara nasional di suatu dapil dibagi dengan jumlah kursi yang dialokasikan di dapil yang dimaksud.

Sedangkan penghitungan Tahap Kedua dilakukan dengan cara sebagaimana yang diatur dalam pasal 205 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, yakni dengan cara membagikan jumlah sisa kursi yang belum terbagi kepada Partai Politik Peserta Pemilu yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 50% (lima puluh perseratus) dari BPP DPR.

Pasal 205 ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 menyebutkan bahwa dalam hal masih terdapat sisa kursi yang belum terbagi setelah penghitungan tahap kedua dilaksanakan, maka KPU wajib melaksanakan Penghitungan Tahap Ketiga. Penghitungan Tahap Ketiga ini dilakukan dengan cara seluruh sisa suara Partai Politik Peserta Pemilu dikumpulkan di provinsi untuk menentukan BPP DPR yang baru di provinsi yang bersangkutan. BPP DPR yang baru di provinsi yang bersangkutan sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan membagi jumlah sisa suara sah seluruh Partai Politik Peserta Pemilu dengan jumlah sisa kursi. Penetapan perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan cara memberikan kursi kepada partai politik yang mencapai BPP DPR yang baru di provinsi yang bersangkutan.

Sedangkan pasal 206 mengatur jika masih terdapat sisa kursi yang belum terbagi dengan BPP DPR yang baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205, penetapan perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu dilakukan dengan cara membagikan sisa kursi kepada Partai Politik Peserta Pemilu di provinsi satu demi satu berturut-turut sampai semua sisa kursi habis terbagi berdasarkan sisa suara terbanyak. Dan penghitungan yang diatur oleh dua pasal itulah yang disebut dengan Penghitungan Tahap Ketiga.

Hasil Pemilu 9 April

Dari Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang telah dilaksanakan pada 9 April 2009 yang lalu, untuk perolehan suara sembilan partai politik peserta pemilu yang memenuhi ambang batas 2,5 % suara sah secara nasional di 11 Daerah Pemilihan di Jawa Timur adalah sebagai berikut :

DAPIL

Kursi

HANURA

GERINDRA

PKS

PAN

PKB

GOLKAR

PPP

PDIP

DEMOKRAT

Jumlah

BPP

I

10

40,523

81,171

113,042

102,628

166,921

124,779

38,220

277,625

518,275

1,463,184

146,318

II

7

49,083

61,431

72,194

29,416

204,470

116,682

128,532

188,396

189,439

1,039,643

148,520

III

7

42,423

64,290

45,302

35,709

153,493

124,237

126,876

202,055

213,603

1,007,988

143,998

IV

8

42,173

76,179

68,560

43,332

248,110

98,220

56,938

218,551

265,943

1,118,006

139,751

V

8

58,858

66,036

93,018

43,036

150,148

147,844

53,668

302,410

349,346

1,264,364

158,046

VI

9

62,508

76,465

67,648

105,872

176,234

175,020

45,934

469,160

417,529

1,596,370

177,374

VII

8

56,038

42,134

91,933

85,957

110,830

197,120

44,563

259,808

590,005

1,478,388

184,799

VIII

10

74,316

90,771

95,083

131,814

187,837

199,520

63,223

383,509

383,140

1,609,213

160,921

IX

6

31,429

57,042

48,725

88,579

131,929

183,514

33,956

102,499

163,761

841,434

140,239

X

6

29,112

61,784

40,950

110,268

163,106

130,397

37,446

126,571

171,519

871,153

145,192

XI

8

83,897

146,820

132,398

132,565

233,471

81,319

236,035

101,417

319,627

1,467,549

183,444

Dari perolehan suara tersebut, maka dengan mengacu pada pasal 205 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat diketahui perolehan kursi masing-masing Partai Politik Peserta Pemilu adalah sebagai berikut :

Perolehan

Kursi di DAPIL

HANURA

GERINDRA

PKS

PAN

PKB

GOLKAR

PPP

PDIP

DEMOKRAT

I

-

-

-

-

1

-

-

1

3

II

-

-

-

-

1

-

-

1

1

III

-

-

-

-

1

-

-

1

1

IV

-

-

-

-

1

-

-

1

1

V

-

-

-

-

-

-

-

1

2

VI

-

-

-

-

-

-

-

2

2

VII

-

-

-

-

-

1

-

1

3

VIII

-

-

-

-

1

1

-

2

2

IX

-

-

-

-

-

1

-

-

1

X

-

-

-

-

1

-

-

-

1

XI

-

-

-

-

1

-

1

-

1

Jumlah Total

0

0

0

0

7

3

1

10

18

Karena dari penghitungan Tahap Pertama diatas masih terdapat sisa kursi yang belum terbagi (dari total 87 kursi yang dialokasikan, masih terbagi 39 kursi), maka dilakukanlah Penghitungan Tahap Kedua dengan hasil sebagai berikut:

Perolehan

Kursi di DAPIL

HANURA

GERINDRA

PKS

PAN

PKB

GOLKAR

PPP

PDIP

DEMOKRAT

I

-

1

1

1

-

1

-

1

-

II

-

-

-

-

-

1

1

-

-

III

-

-

-

-

-

1

1

-

-

IV

-

1

-

-

1

1

-

1

1

V

-

-

1

1

1

-

1

-

VI

-

-

-

1

1

1

-

1

-

VII

-

-

-

-

1

-

-

-

-

VIII

-

1

1

1

-

-

-

-

-

IX

-

-

-

1

1

-

-

1

-

X

-

-

-

1

-

1

-

1

-

XI

-

1

1

1

-

-

-

1

1

Jumlah Total

0

4

4

6

5

7

2

7

2


Dari penghitungan Tahap Pertama yang telah menetapkan 39 kursi dan Tahap Kedua yang telah menetapkan 37 kursi, maka masih ada 11 kursi yang belum terbagi sehingga belum diketahui siapa yang berhak mendapatkannya. Untuk itu, agar sisa kursi yang belum terkonversi dapat habis terbagi, maka perlu dilakukan Penghitungan Tahap Ketiga.

Pasal 205 ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 menyatakan bahwa ” Dalam hal masih terdapat sisa kursi setelah dilakukan penghitungan tahap kedua, maka dilakukan penghitungan perolehan kursi tahap ketiga dengan cara seluruh sisa suara Partai Politik Peserta Pemilu dikumpulkan di provinsi untuk menentukan BPP DPR yang baru di provinsi yang bersangkutan”. Ayat (6)- nya menyatakan bahwa ”BPP DPR yang baru di provinsi yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan membagi jumlah sisa suara sah seluruh Partai Politik Peserta Pemilu dengan jumlah sisa kursi”.

Mengenai penetapan perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu, Pasal 205 ayat (7) telah mengaturnya sebagai berikut :”Penetapan perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan cara memberikan kursi kepada partai politik yang mencapai BPP DPR yang baru di provinsi yang bersangkutan.”

Dengan berpedoman pada pasal-pasal sebagaimana yang telah tersebut diatas, maka BPP yang baru adalah 283.864. Angka BPP tersebut diperoleh dari jumlah suara yang belum terkonversi sebesar 3.122.506 dibagi dengan 11 kursi yang masih belum terbagi. Dari BPP yang baru tersebut diketahui bahwa partai-partai yang berhasil mendapatkan kursi berdasarkan BPP baru adalah : Partai HANURA : 2 kursi, Partai GERINDRA: 1 kursi, PKS; 1 kursi, PPP: 1 kursi, dan Partai DEMOKRAT; 1 kursi.

Dikarenakan masih adanya sejumlah sisa suara yang belum memenuhi BPP yang baru serta masih adanya 5 kursi yang belum habis terbagi, maka perlu dilakukan penghitungan dengan menggunakan Pasal 206 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2007. Dengan menggunakan dasar hukum Pasal 206 ini, maka 5 Partai Politik (disesuaikan dengan jumlah kursi yang belum terbagi) yang memiliki sisa suara terbanyak adalah (dimulai dari yang memiliki sisa suara terbanyak) : 1. PAN, 2. PDI PERJUANGAN, 3.PKB, 4. Partai GOLKAR, 5. Partai DEMOKRAT.

Dengan menggunakan penghitungan Tahap Ketiga (baik dengan menggunakan BPP baru maupun berdasarkan sisa suara terbanyak, maka 11 kursi yang sebelumnya masih tersisa telah terbagi habis, yang masing-masing didapatkan oleh: Partai HANURA: 2 kursi, Partai GERINDRA: 1 kursi, PKS: 1 kursi, PAN: 1 kursi, PKB: 1 kursi, Partai Golkar: 1 kursi, PPP: 1 kursi, PDI PERJUANGAN: 1 kursi, dan Partai DEMOKRAT: 2 kursi.

Nama Partai

Perolehan Kursi berdasar Penghitungan Tahap Pertama

Perolehan Kursi berdasar Penghitungan Tahap Pertama

Perolehan Kursi berdasar Penghitungan Tahap Pertama

Total Perolehan

Kursi

HANURA

-

-

2

2

GERINDRA

-

4

1

5

PKS

-

4

1

5

PAN

-

6

1

7

PKB

7

5

1

13

GOLKAR

3

7

1

11

PPP

1

2

1

4

PDIP

10

7

1

18

DEMOKRAT

18

2

2

24

Pengalokasian Kursi DPR sebagai masalah baru KPU

Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa di dalam pasal-pasal yang ada dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2007 tidak ada yang secara jelas mengatur tentang pengalokasian kursi. Kalaupun ada pasal yang dianggap berkenaan dengan masalah pengalokasian kursi, tentu jawabannya adalah Pasal 208 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 yang menyebutkan bahwa ”Penetapan perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud Pasal 205 ayat (7) dan Pasal 206 dialokasikan bagi daerah pemilihan yang masih memiliki sisa kursi”.

Dengan melihat minimnya pasal yang mengatur tentang tata cara pengalokasian dan atau penetapan calon terpilih, maka sesuai dengan kewenangannya KPU kemudian membentuk Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009 sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2009, yang dalam Pasal 25-nya mengatur tentang tata cara pengalokasian sisa kursi yang diperoleh Partai Politik Peserta Pemilu. Adapun cara pengalokasian sisa kursi yang telah diperoleh Partai Politik peserta Pemilu Anggota DPR , ditentukan sebagai berikut:

  1. Dialokasikan untuk daerah pemilihan yang masih memiliki sisa kursi;
  2. Partai Politik peserta Pemilu Anggota DPR tersebut memiliki sisa suara terbanyak di daerah pemilihan yang bersangkutan, bila dibandingkan dengan Partai Politik lainnya;
  3. Partai Politik peserta Pemilu Anggota DPR tersebut, memiliki sisa suara terbanyak di daerah pemilihan yang bersangkutan bila dibandingkan dengan daerah pemilihan lainnya.

Sekarang marilah kita lihat tabel angka sisa suara dan sisa kursi yang diperoleh Partai Politik Peserta Pemilu Tahun 2009 pada semua Daerah Pemilihan di Jawa Timur.

DAPIL

Sisa Kursi

HANURA

GERINDRA

PKS

PAN

PKB

GOLKAR

PPP

PDIP

DEMOKRAT

I

0

40,523

0

0

0

20,603

0

38,220

0

79,321

II

2

49,083

61,431

72,194

29,416

55,950

0

0

39,876

40,919

III

2

42,423

64,290

45,302

35,709

9,495

0

0

58,057

69,605

IV

0

42,173

0

68,560

43,332

0

0

56,938

0

0

V

1

58,858

66,036

0

43,036

0

0

53,668

0

33,254

VI

1

62,508

76,465

67,648

0

0

0

45,934

0

62,781

VII

2

56,038

42,134

91,933

85,957

0

12,321

44,563

75,009

35,608

VIII

1

74,316

0

0

0

26,916

38,599

63,223

61,667

61,298

IX

1

31,429

57,042

48,725

0

0

43,275

33,956

0

23,522

X

1

29,112

61,784

40,950

0

17,914

0

37,446

0

26,327

XI

0

83,897

0

0

0

50,027

81,319

52,591

0

0

Dengan melihat tabel tersebut, maka sesuai dengan Pasal 205 Ayat (7) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 dan Pasal 25 Ayat (1) huruf (a), 11 sisa kursi yang belum terbagi harus dialokasikan di dapil Jatim II, dapil Jatim III, dapil Jatim V, dapil Jatim VI, dapil Jatim VII, dapil Jatim VIII, dapil Jatim IX, dan dapil Jatim X.

Kini tinggal menentukan Partai Politik Peserta Pemilu manakah yang berhak menempatkan Calon Anggota Legislatifnya di masing-masing Daerah Pemilihan tersebut.

  1. Partai HANURA (memperoleh 2 kursi), berdasarkan Pasal 25 Ayat (1) huruf (b) dapat mengambil perolehan kursinya di Dapil VIII. Sedangkan jika berdasarkan Pasal 25 Ayat (1) huruf (c) dapat mengambil di Dapil VI dan atau Dapil VIII.
  2. Partai GERINDRA (memperoleh 1 kursi), berdasarkan Pasal 25 Ayat (1) huruf (b) dapat mengambil perolehan kursinya di Dapil II, Dapil III, Dapil V, Dapil VI, Dapil IX, atau Dapil X. Sedangkan jika berdasarkan Pasal 25 Ayat (1) huruf (c) dapat mengambil di Dapil VI.
  3. PKS (memperoleh 1 kursi), berdasarkan Pasal 25 Ayat (1) huruf (b) dapat mengambil perolehan kursinya di Dapil II atau Dapil VII. Sedangkan jika berdasarkan Pasal 25 Ayat (1) huruf (c) dapat mengambil perolehan kursi di Dapil VII.
  4. PAN (memperoleh 1 kursi), berdasarkan Pasal 25 Ayat (1) huruf (b) dapat mengambil perolehan kursinya di Dapil VII. Sedangkan jika berdasarkan Pasal 25 Ayat (1) huruf (c) juga dapat mengambil perolehan kursi di Dapil VII.
  5. PKB (memperoleh 1 kursi), berdasarkan Pasal 25 Ayat (1) huruf (c) dapat mengambil perolehan kursi di Dapil II.
  6. GOLKAR (memperoleh 1 kursi), berdasarkan Pasal 25 Ayat (1) huruf (c) dapat mengambil perolehan kursi di Dapil IX.
  7. PPP (memperoleh 1 kursi), berdasarkan Pasal 25 Ayat (1) huruf (c) dapat mengambil perolehan kursi di Dapil VIII.
  8. PDI PERJUANGAN (memperoleh 1 kursi), berdasarkan Pasal 25 Ayat (1) huruf (c) dapat mengambil perolehan kursi di Dapil VII.
  9. Partai DEMOKRAT (memperoleh 2 kursi), berdasarkan Pasal 25 Ayat (1) huruf (b) dapat mengambil perolehan kursinya di Dapil III. Sedangkan jika berdasarkan Pasal 25 Ayat (1) huruf (c) juga dapat mengambil perolehan kursi di Dapil III dan Dapil VI.

Dari gambaran detil diatas, maka dapatlah disimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2007 dan Peraturan KPU No 15 Tahun 2009 tidak dapat dijadikan dasar dalam menetapkan Calon Terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini bisa dilihat sebagai berikut :

  1. Dapil Jatim II yang memiliki sisa kursi sebanyak 2 buah diperebutkan oleh 3 Partai Politik Peserta Pemilu yang memiliki dasar hukum dan peluang yang sama;
  2. Dapil Jatim VI yang memiliki sisa kursi sebanyak 1 buah diperebutkan oleh 3 Partai Politik Peserta Pemilu yang memiliki dasar hukum dan peluang yang sama;
  3. Dapil Jatim VII yang memiliki sisa kursi sebanyak 2 buah diperebutkan oleh 3 Partai Politik Peserta Pemilu yang memiliki dasar hukum dan peluang yang sama;
  4. Dapil Jatim VIII yang memiliki sisa kursi sebanyak 1 buah diperebutkan oleh 2 Partai Politik Peserta Pemilu yang memiliki dasar hukum dan peluang yang sama;
  5. Dapil Jatim VIII yang memiliki sisa kursi sebanyak 1 buah diperebutkan oleh 2 Partai Politik Peserta Pemilu yang memiliki dasar hukum dan peluang yang sama.

Musyawarah Sebagai Solusi

Dengan tidak adanya peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar hukum dalam menyelesaikan masalah penetapan dan pengalokasian kursi DPR, maka diperlukan sebuah terobosan hukum yang dapat dijadikan dasar legitimasi dalam menetapkan Anggota DPR terpilih, sehingga KPU dapat segera menjalankan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 74-80-94-59-67/ PHPU.C-VII/2009. Dan terobosan yang dimaksud tentu saja tidak boelh melawan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bukan keputusan sepihak dari Komisi Pemilihan Umum.

Adapun solusi yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum bagi pengalokasian kursi DPR adalah dengan cara musyawarah atau kompromi. Dalam hal Musyawarah, KPU dapat mengundang seluruh Partai Politik Peserta Pemilu yang berhak mendapatkan kursi di Penghitungan Tahap Ketiga ini. Argumentasi dari pertanyaan mengapa Partai Politik menjadi pihak yang diundang adalah posisi dari Partai Politik yang merupakan Peserta Pemilu tahun 2009. Sedangkan terhadap pertanyaan kenapa musyawarah dijadikan tawaran dari cara penyelesaian karena musyawarah merupakan inti dari demokrasi di Indonesia. Apabila langkah musyawarah ini segera dilaksanakan oleh KPU, maka tuduhan-tuduhan yang menyatakan bahwa KPU tidak fair dan memiliki kepentingan-kepentingan yang tidak sejalan dengan eksistensinya sebagai Penyelenggara Pemiliu dapat segera dihentikan (Meskipun tuduhan itu cukup logis, karena kesalahan cara Penghitungan Tahap Ketiga yang dilakukan oleh KPU sebenarnya bukan karena salahnya pemahaman dari KPU, melainkan karena adanya kepentingan para komisioner. Hal ini bisa dilihat dari Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009 yang dibuat oleh KPU dalam pasal-pasal mengenai cara Penghitungan Tahap Ketiga memiliki definisi yang sama dengan yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi).

Semoga KPU tidak melakukan kecerobohan–kecerobohan berikutnya.

Jakarta, 18 Juni 2009.




Baca Selengkapnya...


Free chat widget @ ShoutMix